Debat Cawapres Kurang Greget, Ini Yang Luput Dibahas
3:05:00 PM
Tambah Komentar
Jakarta -
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma'ruf Amin dan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno dinilai belum bisa menyentuh info penting di sejumlah sektor pada debat kemarin. Salah satu yang penting disorot ialah info ketenagakerjaan.
Hal itu diungkapkan oleh Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS).
Peneliti Senior CSIS Haryo Aswicahyono menjelaskan, jumlah pengangguran memang menurun. Namun terjadi penuaan angkatan kerja, yakni jumlah generasi muda berusia 20-39 tahun dalam angkatan kerja turun dari 52,2% dalam satu dekade terakhir menjadi 47,8% pada Februari 2018. Tingkat pengangguran di dari kalangan anak muda juga dianggap masih relatif tinggi.
Hal itu diungkapkan oleh Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS).
Peneliti Senior CSIS Haryo Aswicahyono menjelaskan, jumlah pengangguran memang menurun. Namun terjadi penuaan angkatan kerja, yakni jumlah generasi muda berusia 20-39 tahun dalam angkatan kerja turun dari 52,2% dalam satu dekade terakhir menjadi 47,8% pada Februari 2018. Tingkat pengangguran di dari kalangan anak muda juga dianggap masih relatif tinggi.
"Dengan ekspresi dominan ibarat ini ekonomi akan membuat cukup tenaga kerja dalam jangka pendek. Pertanyaan kemudian ialah jenis pekerjaan apa yang perlu disediakan untuk masa depan, high value added manufacturing and services?" katanya dalam keterangan tertulis yang diterima detikFinance, Selasa (19/3/2019).
Dia juga menilai perbedaan upah pria dan wanita masih tinggi, bahkan kesenjangan upah cenderung meningkat. Itu disebabkan lantaran kendala kultural.
"Temuan dalam survei antara lain menyebutkan, kalau tidak cukup lapangan kerja maka prioritas harus diberikan pada laki-laki. Harusnya ini poin menarik untuk dibahas dalam debat kebudayaan," jelasnya.
Terkait acara pembinaan dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja, di samping meningkatkan link and match, juga perlu pengembangan skala pembinaan yang memadai dengan sasaran melaksanakan upskilling dan reskilling pada tenaga kerja yang sudah ada.
"Temuan dalam survei antara lain menyebutkan, kalau tidak cukup lapangan kerja maka prioritas harus diberikan pada laki-laki. Harusnya ini poin menarik untuk dibahas dalam debat kebudayaan," jelasnya.
Terkait acara pembinaan dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja, di samping meningkatkan link and match, juga perlu pengembangan skala pembinaan yang memadai dengan sasaran melaksanakan upskilling dan reskilling pada tenaga kerja yang sudah ada.
"Ada kesan porsi pemerintah dalam sketsa pembinaan ini sangat besar, dan lebih mengarah pada pencari kerja baru. Untuk itu perlu elaborasi, ditiap komponennya dan pembagian tanggungjawab dan sketsa yang berbeda terhadap 3 kelompok training," paparnya.
Dia menilai dikala ini sangat sedikit perusahaan Indonesia yang terlibat memperlihatkan pembinaan dibandingkan dibanding negara-negara lain. Besarnya upah minimum dan biaya pesangon membuat perusahaan melaksanakan outsourcing dan tidak berinvestasi di pembinaan untuk pegawai yang permanen.
Pemerintah memang sudah mengumumkan insentif pajak untuk pembinaan bagi pekerja, namun hal tersebut dianggap tidak akan cukup untuk meningkatkan investasi perusahaan untuk training.
"Oleh lantaran itu, inisiatif pembinaan tidak bisa dilepaskan dari reformasi ketenagakerjaan," tambahnya.
Sementara di bidang pendidikan, berdasarkan Pengamat Pendidikan Doni Koesoema A, , ada beberapa pokomasalah yang seharusnya terungkap dalam debat sehingga masyarakat sanggup menilai secara lebih baik kedua paslon. Dalam soal riset misalnya, meskipun kedua paslon membicarakannya, tapi perkara yang terungkap masih sebatas soal dana dan koordinasi.
Padahal, berdasarkan Doni, salah satu pokomasalah kurang berkembangnya riset di Indonesia terkait dengan kurikulum dasar pendidikan yang tidak mendorong orang untuk menghargai acara riset.
"Harusnya, paslon berbicara bagaimana konteks penilaian dan penilaian secara menyeluruh, dari SD hingga PT (perguruan tinggi). Baru cari solusi terbaik yang utuh dan menyeluruh biar pengembangan minat dan talenta menjadi jelas, tidak ibarat yang berlangsung selama ini," kata Doni.
Doni juga menyoroti tentang menghapus Ujian Nasional (UN).Menurut dia, ini ialah gagasan lama, dan tidak terlaksana hingga dikala ini lantaran tidak ada jurus-jurus yang terang untuk menerapkannya.
"UN memang harus dihapuskan. Tapi alasannya bukan lantaran biaya tinggi, melainkan lantaran secara pedagogis tidak aman bagi pengembangan pembelajaran otentik," tuturnya.
Di sisi kesehatan, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi UI Dr. Teguh Dartanto kedua kandidat hanya fokus pada info agenda Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), stunting, dan pentingnya upaya preventif dan promotif, bukan saja kuratif. Dari debat juga terungkap agenda dari kedua paslon tidak memiliki perbedaan yang mencolok.
Kedua paslon tidak menyebut info imunisasi, pergeseran penyakit ke penyakit tidak menular ibarat diabetes dan jantung, dan sikap beresiko ibarat merokok. Namun kalau info imunisasi tidak diatasi, maka di masa yang akan tiba Indonesia tetap sanggup menghadapi penyakit menular, bukan saja penyakit tidak menular ibarat ekspresi dominan di negara-negara lain.
Atau dalam arti lain menghadapi double burden of disease. Keduanya juga tidak membahas info tugas pemerintah tempat dalam info kesehatan, padahal berdasarkan UU Kesehatan, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan 10% dana APBD untuk agenda kesehatan, dan pemerintah sentra 5% APBN.
"Selama ini pemerintah konsisten mengalokasikan dana yang rendah untuk agenda kesehatan, hanya sekitar 1% dari PDB. Tidak mungkin mendapat derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan alokasi dana ibarat sekarang," kata Teguh.
Mantan menteri di periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyoono Mari Elka Pangestu menyebut, banyak yang kurang puas dalam melihat debat paslon kemarin.
"Namun demikian, dari materi debat yang disampaikan cawapres dan diskusi hari ini, terlihat aneka macam tantangan yang akan bangsa kita hadapi ke depan. Oleh lantaran itu, pendekatan yang lebih komprehensif di masa tiba menjadi semakin penting," kata Mari.
Sebagai gambaran, Mari menyebutkan, dalam soal Jaminan Kesehatan, meskipun sudah meng-cover sekitar 215 juta jiwa, masih banyak yang masuk yaitu sekitar 50 juta jiwa yang belum tercatat. Anggaran jaminan kesehatan juga masih terbatas, sekitar 1% dari PDB, padahal berdasarkan UU anggaran kesehatan dari pemerintah mencapai 5% APBN dan 10% APBD.
"Dalam hal ini, perkara di bidang layanan kesehatan tidak hanya sebatas bagaimana meningkatkan kualitas layanan, tapi juga masih perlu meningkat coverage-nya serta mendorong pendanaan yang lebih besar tetapi juga pembelanjaan yang lebih efektif dan terukur dampaknya. Ini tentu memerlukan aneka macam perubahan, termasuk dalam peraturan," katanya.
Simak Juga 'Kupas Head to Head Ma'ruf Vs Sandi di Debat Ketiga Pilpres':
Belum ada Komentar untuk "Debat Cawapres Kurang Greget, Ini Yang Luput Dibahas"
Posting Komentar