Perbankan Dan Pemerintah Rebutan Uang Masyarakat

Ilustrasi/Foto: Rachman HaryantoIlustrasi/Foto: Rachman Haryanto

Yogyakarta - Pemerintah ketika ini gencar menerbitkan surat utang. Hal ini disebut menghipnotis pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di Indonesia. Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Rian Kiryanto menjelaskan ketika ini ada potensi perebutan DPK antara bank dan pemerintah.

Rian mengungkapkan hal ini sebab pemerintah yang rajin menerbitkan surat berharga negara (SBN) senilai lebih dari Rp 800 triliun. Dia menyebutkan hal tersebut juga terbagi dari surat berharga gres yang diterbitkan yakni hingga RP 260 triliun.

"Surat utang yang jatuh tempo ini tidak di-re-profil, sehingga pemerintah nanti bayarnya juga besar. Ini akan ada rivalitas dalam merebutkan dana masyarakat antara pemerintah dan perbankan," ujar Rian dalam program training wartawan di Hotel Marriott, Yogyakarta, Sabtu (23/3/2019).

Dia menjelaskan ketika ini bursa dampak juga sedang gencar-gencarnya untuk menarik dana masyarakat, dengan kemudahan berinvestasi. Sehingga menciptakan korporasi gampang mendapat dukungan dana segar lewat IPO (initial public offering).

Menurut ia ketika ini juga banyak perusahaan yang mendapat dana dari pasar modal.

"Mau dapatkan dana ia sanggup IPO, dan jumlah emiten gres makin banyak. Ini mengindikasikan bahwa korporasi sanggup mendapat dana tidak hanya dari perbankan. Apalagi pasar keuangan kita makin dalam. Banyak instrumen di perbankan dan kapital market," kata Rian.

Rian menjelaskan ada sejumlah taktik yang harus dilakukan bank dalam menghadapi persaingan yakni kalau bekerja sama bank sanggup memperlihatkan penawaran perjanjian 30% akomodasi bank harus digunakan.

Lalu taktik berikut ialah memakai dan membuatkan digital banking, dengan QR code atau layanan digital lainnya.

"Maka kita di perbankan, semuanya sedang kembangkan teknologi ini," katanya.



Kemudian langkah selanjutnya perbankan sanggup membuatkan SCF (supply chain financing). Yakni menggarap semua rantai pasok dari kreditur perbankan.

"Kita garap kontraktor utamanya kemudian kita garap juga sub kontraktornya. Kaprikornus sekali pukul sanggup semua," ucap Ryan.

Selanjutnya perbankan harus memperbanyak kerjasama dengan merchant sehingga semua jalur pembayaran memakai perangkat perbankan.

"Baru mereka akan memakai EDC yang brand perbankan miliki. Ini cara jangan hingga DPK kita tidak keluar masuk, kita usahakan stabil. Yang keluar masuk ialah time deposit. Ini ialah instrumen rate balancing. Dan senjata terakhir ialah special rate. Tapi ini senjata terakhir perbankan gunakan," ujar dia.

Seperti diketahui, Industri perbankan Indonesia dalam beberapa bulan terakhir menghadapi gosip pengetatan likuiditas. Hal ini tercermin dari data rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang mencapai 94 % pada Desember 2018, tertinggi lebih dari 10 tahun terakhir.

Pengetatan likuiditas semakin terasa pada bank bermodal inti rendah, yaitu bank umum menurut acara perjuangan (BUKU) I hingga III. Posisi LDR BUKU I -bermodal inti kurang dari Rp 1 triliun- tercatat 103,4 %, BUKU II -bermodal inti Rp 1-5 triliun- 94 %, dan BUKU III -bermodal inti Rp 5-30 triliun- 92,3 %. Ini di atas batas kondusif yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 92 %.


Sumber detik.com

Belum ada Komentar untuk "Perbankan Dan Pemerintah Rebutan Uang Masyarakat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel